TENTANG NURANI

Juni tahun kemarin dan tahun ini aku mengunjungi kampung bapakku, di Sragen sebelah utara, yang lumayan jauh dari pusat kota. Ada nuansa berbeda yang membuat hatiku tesentak.


Aku masih ingat, di waktu kecil ayahku sering mencontohkan nilai-nilai kebersamaan dan saling menghargai dengan menunjukkan langsung perilaku dan adat budaya yang ada di desa tersebut, namun kali ini aku melihat kondisinya berbeda.


Yang terlihat dari luar memang masih sama, hampir tidak ada yang berubah di kampung itu, selain jalan aspal kasar yang menggantikan jalan pasir-batu waktu aku kecil. Masih berjejer rumah joglo yang tak tergerus oleh ramainya bangunan batu bata sebagaimana di daerah-daerah lain. Desa tersebut pun masih terlihat sepi, yang muda pergi merantau, tinggal yang tua menjadi petani menggarap sawah dan beberapa juga memelihara sapi putih (sapi jawa?) di samping rumahnya.


Kembali ke masalah yang membuat aku tersentak, sore itu aku ngobrol dengan pamanku. Paman bercerita bahwa di desa pun terjadi 'KKN' distribusi pupuk bersubsidi untuk pertanian, bahkan sampai terjadi permusuhan. Dan anehnya, banyak yang mengambil keuntungan materi dari sana. Ya demi perbedaan harga yang boleh dikatakan tidak seberapa, warga desa yang dulu santun meninggalkan budaya mereka, demi materi...


Ah.. mungkin hanya kasus itu saja. Aku berusaha memakluminya. Umumnya petani akan berjuang mati-matian agar padinya bisa ditanam, kemudian panen. bahkan untuk mengairi sawah mereka harus membeli atau menyewa pompa air.


Namun pemakluman itu menjadi hilang manakala aku kembali ke kampung itu Juni tahun ini. Aku mendapat cerita yang lain. Kali ini tentang jatah raskin (beras miskin). Seharusnya hanya sekitar 10 orang saja yang menerimanya. Namun reaksi masyarakat kembali membuat aku tersentak. Warga yang tidak menerima raskin 'membelot' dan berkata bahwa jika mereka tidak mendapat raskin, maka jika ada acara kerja bakti atau sejenisnya, maka cukuplah 10 orang tersebut yang melakukannya, karena mereka juga tidak mau membagi raskin untuk sama-sama dinikmati....
dan tentunya, masih banyak hal-hal yang berubah di desa itu. Warga yang dulu kaya akan nurani kini menjadi miskin nurani.....


dan sepertinya, bukan desa pelosok kecil itu saja yang mengalaminya, dari sajian berita di televisi ternyata bangsa kita mengalaminya juga....


Lalu, apakah sudah sedemikian parah perubahan nurani bangsa ini? Apa saja yang bisa kita perbuat?